Pengantar blogger:
Banyak orang yang terpedaya dengan pernyataan: "Seorang Presiden tidak mungkin menyengsarakan rakyatnya sendiri." Pernyataan seperti ini sangat sering terdengar dari mulut para pejabat pemerintah ketika pemerintah hendak membuat kebijakan-kebijakan tidak populer, seperti rencana pembatasan BBM subsidi belum lama ini. Namun jika mengetahui apa yang dipaparkan Kwik Kian Gie berikut ini, saya yakin rakyat yang cerdas tidak akan percaya begitu saja bualan seperti itu. Silakan menyimak.
==========
Sehari sebelum Bank Central Asia (BCA) dijual pada 14 Maret 2002, Presiden Megawati menggelar rapat kabinet. Namun karena sama sekali tidak membicarakan mengenai penjualan tersebut. Maka atas inisiatif Menko Kesra Jusuf Kalla diadakanlah semacam sidang, yang oleh Kwik Kian Gie disebut sebagai sidang kabinet tidak formal, di gedung Departemen Kesehatan di Jalan Haji Rangkayo Rasuna Said, Jakarta.
"Setelah sidang kabinet JK mengumumkan kumpul di Departemen Kesehatan, supaya tidak ketahuan wartawan karena ini rahasia dan urusan maha penting," tutur Kwik Kian Gie dalam perbincangan bertajuk "Skandal Subsidi Bunga Obligasi Rekap Rp 60 Triliun Pertahun sampai Tahun 2040" di salah satu stasiun TV swasta, Jumat malam (25/5).
Dalam "sidang kabinet tidak formal" ini, kata Kwik melanjutkan, hanya dirinya yang menolak penjualan 51 persen saham BCA kepada Farallon Capital Partners. Sementara Menko Ekonomi Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menteri BUMN Laksamana Sukardi, dan Menteri Keuangan Boediono yang hadir dalam sidang ini punya sikap yang berbeda seratus persen dengannya.
Kwik yang waktu itu menjabat Kepala Bappenas menolak keras penjualan dengan alasan, Farallon Capital Partners membeli Rp 5 triliun untuk 51 persen saham BCA sementara di BCA ada surat tagihan kepada negara atau obligasi rekap sebesar Rp 60 triliun.
"Jadi kalau diseratus-persenkan, Farallon bisa memiliki BCA dengan Rp 10 triliun tapi mendapat tagihan kepada pemerintah sebesar Rp 60 triliun," hitung Kwik.
"Saya jelaskan, sampai akhirnya pada jam 6 (sore) Pak Dorojatun bilang ke Pak Laksamana untuk menutup sidang dan melapor berdua kepada presiden (Megawati), boleh ditandatangi dan boleh dijual," tutur Kwik.
"Saya teriak-teriak tidak bisa mengendalikan emosi. Saya didatangi Menkopolhukam SBY. Dia pegang pundak saya dan bilang: Pak Kwik sabar-sabar, terima saja," lanjut cerita Kwik.
Dari sinilah, Kwik menutup penjelasannya, malapetaka kerugian negara terjadi.[dem]
Ade Mulyana; Rakyat Merdeka ONline; Jum'at 25 Mei 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar