Jumat, 13 Januari 2012

TUHAN pintar ko'

 Semua berawal karena keinginan adikku yang ketiga ... setelah menyelesaikan sekolah menengah umum, ia berbisik pada ibu mau kuliah. ia tahu hal itu akan ditentang oleh saudaranya yang lain. alasannya jelas, soal ekonomi, adikku pun sangat mengerti keadaan itu. apa yang dipikirnya saat itu tak ada yang tahu, keadaan yang sempit membuatnya sangat berhati-hati mengungkapkan keinginannya. 

Dan ibu ... dia sungguh seorang sarjana tanpa titel, seorang sarjana kehidupan. tanpa berpikir panjang, tanpa menimbang dengan lantang ia berkata dengan logat bugisnya. yang artinya ... 
"kalau mau kuliah, kuliah yang benar. rezeki itu urusannya tuhan" 

Ayahku hanya seorang tukang ojek, subuh hari ia berangkat. maka setelah kami berangkat sekolah ibu pun kepasar dengan berjalan kaki untuk belanja tanpa uang sepeserpun. harapannya ayah sudah mendapat rezeki. dia menunggu disudut pasar sambil terus mengawasi pangkalan ojek, terus menunggu hingga ayah kembali kepangkalan ojek. begitulah kehidupan mengawal kami. 

Lagi-lagi ibu ... membuatku terhenyak. ia dengan yakinnya meluluskan keinginan adikku untuk kuliah. biaya kuliah yang bejibun membayang seperti hantu dalam keluarga kami. sibungsu, kesayangannya sempat berkomentar pesimis, tak digubrisnya. seperti pada ibu umumnya, pagi-pagi sekali ia persiapkan kebutuhan adikku untuk berangkat keluar kota (karena dikota kami belum ada tempat kuliah). kami ikut sibuk ... tapi sedikit aneh dengan penampilan ibu. ia memakai pakaian terbaiknya, satu-satunya yang ia miliki. 

" ibu mau kemana?" tanyaku 
" mau temani adekmu nanti dia gak tahu jalan, itu kota besar" 

Rasanya aku ingin tertawa terbahak saat itu, kulirik adikku yang hanya tersenyum sambil menatap ibu denga raut yang sulit aku gambarkan. tapi hari ini (setiap mengingat kejadian itu aku selalu menangis) itulah nurani seorang ibu yang baru aku pahami hari ini. 

Benar saja kata ibu ... rezeki itu urusan ALLAH. 
Ujian kehidupan kembali mengawal kehidupan kami, adikku tidak lolos UMPTN, bahkan seleksi dibeberapa kampus. namun harapan itu datang saat ia dimasukkan sebagai cadangan, lalu ditawarin sebuah kelas elit yang bayarannya nauzubillah dua kali lipat. semua terdiam (kami tanpa dikoordinir selalu duduk bersama untuk membicarakan sesuatu) 

Ayah, rautnya sudah bicara 'ini berat' walau ia tetap diam. kakakku terlihat santai dan hanya bilang 'terserah', sibungsu tertunduk dalam, sangat dalam. sikapnya menunjukkan 'coba pikir lagi, kasihan orangtua kita'. dan aku ... demi melihat ibu, aku sudah menemukan keputusannya 

" oke ... kuliah" kataku dengan keras. esok adalah tanda tanya. rapat itu berakhir tanpa perdebatan, adu urat, otot. itu soal biasa tapi hari ini aku sadari itu luar biasa.

Hidup makin berat, tapi ibu sedikitpun tak pernah mengeluh (sumpah demi ALLAH) hanya fisiknya yang berkata terlalu jujur sangat jujur. tapi kami tak sedikitpun memperhatikannya, kami sibuk dengan keinginan kami dan selalu ibu sibuk untuk mewujudkannya. ibu adalah orang yang tak pernah menyembunyikan uang sepeserpun dari kami. tidak ada maka dia akan bilang tidak ada, jika ada maka ia pun akan menghabiskan untuk kami. 

Meski sulit kahidupan kami terus bergulir, setiap tahapan bisa kami lalui, kami tetap bersama. dalam hal materi kami memang kesulitan tapi rezeki datang dalam bentuk lain dan selalu tak terduga. sibungsu yang sekolah di SMU elit (itu juga karena perjuangan ibu) lulus dengan nilai memuaskan masuk dalam 10 besar yang terbaik. ia pun dikirim ke Bali untuk bekerja, karena ia mengambil jurusan NPL. padahal kamipun menawarkan ia kuliah meski akhirnya tetap memilih untuk pergi ke bali selama 3 tahun. dari saat itu beban materi sedikit terobati, ia mau membantu membiayai kuliah sang kakak. 

Lalu ibu lagi-lagi berada digarda terdepan, saat ayah pasrah tanpa berani memutuskan apa-apa. kami akhirnya pindah kekampung halaman, ibu berkeras. rumah kami hendak disewakan untuk menutupi biaya kuliah adikku. kakak yang seorang guru tinggal diperumahan yang disediakan oleh yayasan. ibu masih punya rumah dikampung, rumah tua yang nyaris roboh. aku awalnya sangat menentang, demi membayangkan tinggal disebuah perkampungan nelayan. tapi ibu berkeras, demi adikku. 

Sungguh saat itu aku tak mau menerima.dikota ini, segalanya ada meski tak bisa terbeli. hanya saja kondisi dikota ini jauh labih baik. aku malah berpikir pindah ke kampung adalah sebuah kemunduran. karena aku anak gadis dan belum menikah maka aku wajib ikut. kehidupan setelahnya tak lantas mudah karena uang yang ada selalu lari pada adikku yang kuliah, perlahan aku mulai menerima keadaan semua berkat ibu yang tak pernah mengeluh, ia kerjakan semua termasuk berkebun yang masya ALLAH beratnya minta ampun sampai membuat ayahku jatuh sakit dan orang-orang berpikiran ia akan segera meninggal. 
 
Dan lagi ... ibu ... bahkan disaat seperti itu masih berkata 'ini rezeki ALLAH, yang sabar'. dan benar rezeki itu punya ALLAH. ayah pulih dalam kurun waktu 6 bulan. (sampai hari ini ia tetap segar bugar bahkan perutnya membuncit). 

Dua tahun berlalu ... adikku akan diwisuda. saat itu pertama kali aku lihat ibu menabung. belakangan baru aku tahu uang itu ia pakai untuk membeli baju, dan itu baju termahal yang pernah ia beli 300.000,-. rumah kami ambil kembali dan meminta kakak menempatinya. rumah terbaik bagi kami karena rumah itu tempat kami menikmati kepayahan hidup, meski tanpa air mata karena ibu, semua karena ibu. semua terlewati dengan mudah. 

Hari membanggakan itu datang, meski tak masuk dalam jajaran mahasiswa teladan. ibu tetap sangat bangga. berdiri diantara para orang tua mahasiswa lain, ia tampak sangat megah. matanya tak lepas memandang adikku yang duduk ditengah kerubungan mahasiswa lain, dengan seragam yang sama tapi ibu tahu itu anaknya dan terus memandangnya. kala nama adikku dipanggil ia berdiri dengan tubuh bergetar matanya berkaca-kaca tapi terus ditahan, sampai akhirnya setitik air jatuh dangan indah dipipinya. aku tak lagi memperhatikan apa yang terjadi didepan, aku hanya memperhatikan ibu. aku tidak bangga dengan apa yang dicapai adikku ... tapi aku sangat bangga dengan pencapaian ibuku. 

Ibu seorang yatim piatu sejak usia 3 bulan, tak pernah menginjak bangku sekolah tak mengerti huruf. tapi dia tahu "tuhan itu pintar" itu yang ia pahami dan yakini sampai hari ini. dan hari ini aku melihat keyakinan itu dari ibu. 

Aku dedikasikan ini untuk ibu ... "ALLAH memberiku hal terbaik dalam hidupku yaitu dirimu...IBU"

Masih Haruskah Berpacaran ???

lucuAllah memberikan rizki sesuai dengan kebutuhan hambaNya dan di waktu yang menurut Allah terbaik untuk kita mendapatkannya. Jodoh adalah salah satu rizki yang Allah persiapkan untuk kita. 

Allah akan memberikan jodoh pada kita di saat yang tepat. Bukan sesuai dengan keinginan kita. Seringnya kita menginginkan sesuatu hanya berdasarkan pada keinginan bukan pada kebutuhan. Allah Maha Tahu, kapan kita akan siap untuk menerima sebuah tanggung jawab besar untuk membentuk suatu peradaban kecil yang di mulai dari sebuah keluarga. 

Karena menikah bukan hanya penyatuan dua insan berbeda dalam satu bahtera tanpa visi dan tujuan yang pasti, berlayar tanpa arah atau berlayar hanya menuju samudera duniawi. Menikah adalah penggenapan setengah agama karena menikah adalah sarana ibadah kepada Allah. Dalam tiap perbuatan di dalam rumah tangga dengan berdasarkan keikhlasan dan ketaqwaan maka ganjarannya adalah pahala. Tapi jika menikah hanya berdasarkan nafsu atau bahkan mengikuti perputaran kehidupan dunia, maka hasilnya pun akan sesuai dengan yang di niatkan. 

Karena menikah adalah ibadah. Menikah adalah sunnah di anjurkan Rasulullah. Menimbun pahala yang terserak di dalam rumah tangga. Dan semua manusia yang normal pasti akan mendambakan suatu pernikahan. Merasakan suatu episode hidup dimana kita akan memulai segala sesuatu yang baru. Yang dahulu kita berperan sebagai seorang anak dengan berbagai kebahagiaan bermandikan kasih sayang orang tua. Maka menikah adalah suatu gerbang menuju pembelajaran menjadi orang tua kelak. Kita bukan lagi sebagai penumpang di mana mengikuti arah kehidupan yang di tentukan orang tua, melainkan kita akan menjadi driver untuk kehidupan kita sendiri kelak. Kita bisa saja mengikuti jalur yang telah di lewati orang tua, jika memang itu jalur yang tepat. Tapi jika jalur itu tak sesuai dengan arah tujuan kehidupan rumah tangga kita yaitu jalur keridhoan Allah, maka kita pun harus mencari jalur yang tepat. 

Karena menikah itu adalah satu kebaikan maka seharusnya harus di mulai dengan yang baik pula. Misalnya, ketika kita ingin lulus ujian, maka kita harus belajar yang giat bukan bermalas-malasan. 

Ayat Allah masih jelas tertera dalam kitabNya, bahwa pria yang baik akan mendapatkan wanita yang baik pula dan sebaliknya. Dan ayat itu masih sama dengan pada saat Allah turunkan beribu tahun yang lalu. Janji Allah pun tergambar melalui ayat itu dan Allah Maha Menepati janji. Lalu mengapa kita masih meragukan janji Allah itu ?? 

Masih haruskah berpacaran ?? 
Mengenal lawan jenis dengan dalih untuk mengenal pribadi masing-masing. Padahal kenyataannya, hanya sedikit kejujuran yang di tampakkan pada saat pacaran. Rasa takut yang besar untuk di tinggal pasangannya atau hendak mengambil hati pasangannya membuat mereka menyembunyikan keburukan yang terdapat dalam dirinya. Sudah menjadi rahasia umum, jika usia pacaran yang lama tak menjamin bahwa itu menjadi suatu jalan untuk memuluskan hubungan menuju jenjang pernikahan. Sudah tak menjamin adanya pernikahan setelah sekian lama menjalin masa pacaran, juga banyak di bumbui pelanggaran terhadap rambu-rambu Allah. Maksiat yang terasa nikmat. 
Zaman sekarang, berpacaran sudah selayaknya menjadi pasangan suami istri. Si pria seolah menjadi hak milik wanita dan si wanita kepunyaan pribadi si pria. Merekapun bebas melakukan apapun sesuai keinginan mereka. Yang terparah adalah sudah hilangnya rasa malu ketika melakukan hubungan suami istri dengan sang pacar yang notabene bukan mahram. Padahal pengesahan hubungan berpacaran hanya berupa ucapan yang biasa di sebut “nembak”, misalnya “ I Love You, maukah kau menjadi pacarku ?” dan di terima dengan ucapan “I Love You too, aku mau jadi pacarmu”. Atau sejenisnya. Hanya itu. Tanpa adanya perjanjian yang kuat (mitsaqan ghaliza) antara seorang hamba dengan Sang Pencipta. Tanpa adanya akad yang menghalalkan hubungan tersebut. Hubungan pacaran tak ada pertanggungjawaban kecuali pelanggaran terhadap aturan Allah. Karena tak ada yang namanya pacaran islami, pacaran sehat atau apalah namanya untuk melegalkan hubungan tersebut. 

Kita berlelah melakukan hubungan pacaran. Melakukan apapun guna menyenangkan hati sang kekasih (yang belum halal) meskipun hati kita menolak. Jungkir balik kita mempermainkan hati. Hingga suka dan sedih karena cinta, cinta terlarang. Hati dan otak di penuhi hanya dengan masalah cinta. Kita menangis karena cinta, kita tertawa karena cinta, kita meraung-meraung di tinggal cinta, kita pun mengemis cinta. Hingga tak ada tempat untuk otak memikirkan hal positif lainnya. Tapi sayang, itu hanya cinta semu. Sesuatu yang semu adalah kesia-siaan. Kita berkorban mengatasnamakan cinta semu. Seorang pacar, hebatnya bisa menggantikan prioritas seorang anak untuk menghormati orangtua. Tak sedikit yang lebih senang berdua-duaan dengan sang pacar di banding menemani orangtua. Pacar bisa jadi lebih tau sedang dimana seorang anak di banding orangtuanya sendiri. Seseorang akan rela menyenangkan hati pacarnya untuk di belikan sesuatu yang di suka di bandingkan memberikan kejutan untuk seorang ibu yang melahirkannya. Seseorang akan lebih menurut pada perintah sang pacar di banding orangtuanya. Hubungan yang baru terjalin bisa menggantikan hubungan lahiriyah dan bathiniyah seorang anak dengan orangtua. 

Jikapun akhirnya menikah, maka tak ada lagi sesuatu yang spesial untuk di persembahkan pada pasangannya. Sebuah rasa yang seharusnya di peruntukkan untuk pasangannya karena telah di umbar sebelumnya, maka akan menjadi hal yang biasa. Tak ada lagi rasa “greget”, karena masing-masing telah mendapatkan apa yang di inginkan pada masa berpacaran. Bisa jadi, akibat mendapatkan sesuatu belum pada waktunya maka ikrar suci pernikahan bukan menjadi sesuatu yang sakral dan mudah di permainkan. Na’udzubillah. 

Parahnya jika tiba-tiba hubungan pacaran itu kandas, hanya dengan sebuah kata “PUTUS” maka kebanyakan akan menjadi sebuah permusuhan. Apalagi jika di sebabkan hal yang kurang baik misalnya perselingkuhan. Kembali hati yang menanggung akibatnya. Kesedihan yang berlebihan hingga beberapa lama. Hati yang terlanjur memendam benci. Tak sedikit yang teramat merasakan patah hati di karenakan cinta berlebihan menyebabkannya sakit secara fisik dan psikis. Juga ada beberapa kasus bunuh diri karena tak kuat menahan kesedihan akibat patah hati. 

Terdengar berlebihan. Tapi itulah kenyataannya, hati adalah suatu organ yang sensitif. Bisa naik secara drastis, tak jarang bisa jatuh langsung menghantam ke bumi. Apa yang di rasakan hati akan terlihat pada sikap dan prilaku. Hati yang terpenuhi nafsu akan enggan menerima hal baik. Ada orang bilang, jangan pernah bermain dengan hati. Karena dari mata turun ke hati, kemudian tak akan turun kembali. Akan ada sebuah rasa akan mengendap di dalam hati. Jika rasa itu baik dan di tujukan pada seseorang yang halal (suami atau istri) maka kebaikan akan terpancar secara lahiriyah. Bukan sebuah melankolisme yang kini merajalela. 

Banyak pelajaran dari sekitar. Kenapa masih harus berpacaran ?? 
Karena ingin ada teman yang selalu setia mendengar tiap keluh kesah ?? Tak selamanya manusia bisa dengan rela mendengarkan keluhan manusia lainnya. Hanya Allah yang tak pernah berpaling untuk hambaNya. Bisa jadi secara fisik sang pacar rela mendengar dengan seksama, tapi dia juga manusia yang akan merasa bosan jika selalu di cecoki dengan berbagai keluhan. 

Malu di bilang jomblo ?? 
Jika dengan jomblo kita bisa terbebas dari rasa yang terlarang, kenapa harus malu ?? justru kita akan merasa nyaman bercengkerama dengan Allah karena sadar hati kita hanya patut di tujukan kepadaNya bukan yang lain. Justru kita harus bangga, di saat yang lain berlomba untuk melakukan hal terlarang tapi kita menjauhinya. Kemudian tak akan ada perasaan was was karena telah melanggar aturan Allah. Kita bebas berkumpul dengan kawan-kawan tanpa ada kekangan dari orang yang sesungguhnya tak memiliki kewenangan terhadap diri kita. 

Mungkin masih banyak lagi kesia-siaan dalam berpacaran. Dan sesungguhnya belum tentu sang pacar akan menjadi pasangan kita kelak. 

Pacaran ibarat minuman beralkohol, banyak yang mengelak bahwa dengan berpacaran mereka memiliki semangat baru dan sederet hal positif yang mereka kumandangkan. Tapi sama halnya dengan alkohol, maka manfaat yang di dapat jauh lebih kecil di banding kemudharatan yang di hasilkan. Karena segala sesuatu yang di larang Allah, pasti ada sebab dan manfaatnya. 

Kemudian ada yang berdalih, toh pacaran itu tidak merugikan orang lain. Tidak merugikan orang lain, namun hukum Allah jauh lebih baik untuk di ikuti ketimbang menurutkan hawa nafsu yang berakhir pada jurang kebinasaan. 

Kembali ke pernikahan, suatu kebaikan maka tak pantas jika di awali dengan keburukan. Allah tak akan ingkar janji, karena jodoh telah Allah tetapkan di Lauh Mahfuzh. Tinggal kita melakukan usaha yang baik, yang Allah ridhoi. Supaya tiap langkah kita, hanya berisi keridhoan Allah dan mendapat keberkahanNya. Aamiin. 

(hanya sebuah catatan hati guna pengingat diri dan saudara seimanku) 

Allahua’lam 


dr situslakalaka-2.blogspot.com