Salah satu bukti adanya kekuatan konspiratif yang jauh lebih besar ketimbang kekuasaan pemerintah yang sah di Amerika Serikat bisa dilihat dari tragedi terbunuhnya dua pemimpin mereka, yaitu pembunuhan yang menimpa Presiden Abraham Lincoln (1865) dan pembunuhan terhadap Presiden John F. Kennedy (1963). Keduanya meninggal ditembak oleh warga Amerika dan menyisakan berjuta pertanyaan yang masih menjadi misteri hingga sekarang.
Presiden Lincoln ditembak ketika tengah menonton sebuah pertunjukkan di Ford Theater, Washington DC, pada 14 April 1865. Keesokan harinya nyawanya tidak tertolong. Lincoln meninggal pada usia ke-56 tahun. Menurut keterangan resmi, sang pembunuh, John Wilkes Booth adalah seorang aktor teater yang punya kelainan jiwa. Presiden Lincoln dimakamkan di Springfield, AS. Benarkah demikian? Ternyata tidak.
Pembunuhan terhadap Presiden Lincoln merupakan suatu operasi terselubung yang didalangi oleh Rothschild. Setelah deklarasi kemerdekaan AS ditandatangani pada 4 Juli 1776, Konspirasi yang dipimpin Rothschild ingin menguasai seluruh sendi kehidupan rakyat dan negara baru ini lewat perekonomian. Salah satu caranya, seperti juga strategi penguasaan atas Inggris, maka Konspirasi ingin mendapatkan kewenangan mencetak uang lewat bank sentral yang didirikannya.
Dua orang agen Rothschild yang disusupkan di Kongres adalah Alexander Hamilton dan Robert Morris. Mereka pada tahun 1783 berhasil mendirikan Bank Amerika (bukan bank sentral), sebagai ‘wakil’ dari Bank Sentral Inggris. Namun keinginan mereka agar bank tersebut bisa mencetak uang berhasil digagalkan Kongres dan sejumlah tokoh AS yang mengetahui maksud jelek kaum Yahudi. Pertarungan diam-diam ini berlangsung amat panas. Apalagi setelah Thomas Jefferson menulis surat kepada John Adams yang isinya mengatakan bahwa pemerintah AS harus menggagalkan kewenangan bank kaki tangan Rothschild tersebut dalam mencetak uang.
Nathan Rothschild bukan main marah. Mereka kemudian memprovokasi Inggris agar menyerang Amerika dan peperangan akhirnya benar-benar terjadi. Selain itu, untuk melemahkan Amerika, Konspirasi juga berupaya mengadu-domba antara pihak Amerika Utara (Union) dengan pihak Selatan dalam berbagai hal, terutama soal perbudakan. Mereka bermain di kedua belah pihak.
Tahun 1847, Lincoln terpilih menjadi anggota Kongres di usia 38 tahun. Karir Lincoln dengan cepat melejit dan Lincoln yang sangat anti perbudakan terpilih menjadi Presiden AS pada 6 November 1860. Kondisi AS benar-benar di ujung tanduk, nyaris pecah disebabkan masalah perbudakan. Sebulan setelah dilantik, perang antara Utara (union) yang anti perbudakan dengan Selatan pun pecah.
Ilustrasi pembunuhan Presiden Abraham Lincoln |
JFK Assassination
John Fitzgerald Kennedy merupakan salah satu presiden Amerika Serikat paling popular sepanjang sejarah. Kennedy, satu-satunya presiden AS yang beragama Katolik Roma hingga sekarang, dikenal sebagai sosok yang hangat, murah senyum, simpatik, dan pandangan-pandangan politiknya sangat egaliter. Dia independen dan dalam mengambil setiap kebijakan selalu menomorsatukan kepentingan bangsanya tanpa merugikan bangsa lainnya.
JFK, demikian dunia menyapanya, dilantik menjadi Presiden AS Januari 1961. Pada tanggal 22 November 1963, presiden Amerika ke-35 ini ditembak oleh seorang sniper saat berpawai di Dealey Plaza siang hari di Dallas, Texas. Kurang lebih satu jam kemudian Lee Harvey Oswald ditangkap setelah membunuh seorang polisi dan kemudian dituntut atas pembunuhan JFK sesuai dengan investigasi saat itu. Dua hari kemudian saat Oswald masih dalam tahanan, dia dibunuh oleh Jack Rubenstein atau lebih dikenal dengan istilah Jack Ruby. Konon, Jack Ruby merupakan anggota gelap dari CIA dan upaya pembunuhan JFK sendiri merupakan The Silent Operation CIA yang didalangi oleh Israel. Di duga kuat, ketidaksetujuan JFK terhadap Perang Vietnam membuat Konspirasi Internasional marah karena dengan perang maka para Konspirasi yang banyak merupakan pedagang senjata bisa meraup untung yang besar.
Salah satu yang menarik adalah apa yang diungkapkan oleh Mordechai Vanunu. Tokoh pembongkar rahasia nuklir Israel ini menyatakan dengan tegas bahwa Israel berada di balik tragedi pembunuhan JFK. Sebuah mingguan terbitan London yang berbahasa Arab, Al-Hayyat, memuat pernyataan Vanunu tersebut. Harian Kompas (27/7/2004) juga memuat berita ini dan menurunkannya dengan judul “Vanunu: Israel Ada di Balik Pembunuhan JFK”. Secara garis besar, berita tersebut menyatakan:
Vanunu mengatakan, menurut sebuah indikasi yang sudah hampir pasti, Kennedy dibunuh sehubungan dengan tekanan yang diberikannya kepada Ben Gurion sehubungan dengan reaktor nuklir Dimona. Ben Gurion adalah perdana menteri (PM) pertama Israel yang menjabat pada periode 1949 hingga 1954. Ia terpilih kembali sebagai PM dari 1955 hingga 1963. Ben Gurion adalah Yahudi keturunan Polandia yang lahir pada tahun 1886 dan pindah ke Israel tahun 1906. “Kami tidak tahu siapa yang akan tampil menjadi PM dan memutuskan untuk menggunakan senjata nuklir dalam perjuangan melawan negara-negara tetangga Arab,” kata Vanunu, yang kini tinggal di sebuah apartemen yang diawasi.
Berita soal pembunuhan JFK oleh peran Israel itu tidak begitu runtut. Namun yang jelas, pada Juni 1964 Levi Eshkol tampil sebagai PM menggantikan Ben Gurion. Reaktor nuklir Dimona dimulai tahun 1965, tetapi perencanaannya sudah dilakukan sebelumnya.
Secara terpisah, sebuah sumber di Israel kepada WorldNetDaily mengatakan, setelah pembunuhan JFK, intelijen Israel melakukan sebuah tugas untuk memperlihatkan bagaimana Lee Harvey Oswald (penembak JFK) bisa membunuh JFK dari posisinya di lantai 6 sebuah gedung yang dekat dengan iringan-iringan JFK di Kota Dallas.
Namun, sebuah simulasi lain menunjukkan bahwa si penembak Kennedy menggunakan peralatan yang sangat canggih, yang dipasangkan pada sebuah tripod. Peralatan tembak itu juga menggunakan sinar laser pelacak sasaran yang akurat. Sumber tersebut mengatakan, “Hampir tidak mungkin bagi Oswald melakukan penembakan seperti yang dituduhkan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar