Senin, 23 April 2012

Segalanya Masih Baik-Baik Saja (AMERIKA TELAH RUNTUH)


"Saya menyadari bahwa Amerika telah runtuh. Iblis telah berjaya". Tulis Paul Craig Roberts, mantan asisten menteri keuangan dan kolumnis media-media besar Amerika, dalam artikelnya di blog "Darkmoon", 4 Januari.

Pernyataan ironis tersebut disampaikan Paul setelah menyaksikan kondisi Amerika saat ini dengan segala tindakannya di luar maupun dalam negeri. Namun hal yang paling menginspirasi tulisan Paul adalah kasus penahanan dan penyiksaan sistematis terhadap Bradley Manning selama 2 tahun tanpa proses pengadilan.

Setiap orang pasti akan bersimpati kepadanya. Bradley Manning, prajurit muda Amerika yang tampan dan periang. Tersentuh hatinya setelah melihat rekaman kebiadaban pasukan Amerika di Irak yang menyerang dan membunuhi rakyat sipil dari atas helikopter seakan sebagai permainan belaka. Dalam rekaman itu ditunjukkan bagaimana tiga orang korban, dari 12 orang yang meninggal, adalah seorang ayah dan dua anak kecilnya yang sedang berusaha menolong korban penembakan. Ketika ketiganya baru saja keluar mobil, mereka diberondong senapan otomatis dan granat.

"Itulah akibatnya kalau membawa anak-anak ke medan perang," terdengar ucapan bernada santai dari prajurit biadab yang telah menembaki rakyat sipil Irak yang tengah beraktifitas santai di jalanan.

Bradley tahu, jika ia melaporkan kebiadaban itu ke aparat penegak hukum kasusnya kemungkinan besar akan mengendap begitu saja. Para korban itu hanya akan dianggap sebagai korban “collateral damage” yang tidak disengaja. Maka ia membocorkannya ke Wikilieaks. Video pun beredar di internet dan membuat Amerika malu. Tapi Bradley harus menanggung akibatnya dengan sangat serius.

Meski konstitusi Amerika melindungi seorang "peniup peluit" alias orang yang memberikan informasi tentang kejahatan sebagaimana Bradley, namun ia harus menjalani penahanan dalam penjara militer selama 2 tahun tanpa proses pengadilan. Dan selama itu ia harus menerima penyiksaan sistematik, sedemikian rupa hingga kemudian Bradley mengalami kehancuran mental kepribadian. Dari seorang prajurit muda yang tampan dan periang, ia berubah menjadi seorang idiot.

Menurut pejabat Amerika Bradley mendapat perlakuan yang baik. Dan beginilah perlakuan baik tersebut:

1. Penahanan di sel isolasi selama 23 jam sehari, dengan kondisi telanjang dan tanpa kacamata yang biasa dikenakannya.
2. Setiap 5 manit ia mendapat pertanyaan, "Apa kamu baik-baik saja?" dan ia diharuskan menjawab, "Baik."
3. 1 jam "latihan" setiap hari berupa berjalan melingkar di tengah lapangan dengan beban berat di kakinya.
4. Berdiri di depan selnya dengan telanjang, sementara tahanan lain diperintah mengolok-oloknya.

Tidak ada catatan mengenai apakah ia telah ditenggelamkan ke dalam air. Namun yang pasti pada tgl 2 Juni 2010 presiden George "Dubya" Bush Jr dengan bangga berucap, “Yeah, we waterboarded…I’d do it again,” merujuk pada jenis siksaan yang dibolehkan kepada aparat keamanan Amerika.

President Barrack Obama sama-sama jenis manusia yang kurang peduli dengan nilai-nilai kemanusiaan. Ketika ditanya mengenai aksi-aksi penyiksaan yang dilakukan aparat keamanan Amerika semasa kepemimpinan Bush, ia menjawab dengan ketus, "Saya adalah orang yang percaya bahwa kita harus melihat ke depan, bukan ke belakang."

Washington adalah drama pertunjukan nyata kemunafikan. Menuduh negara-negara lain sebagai pelanggar HAM sementara Congress dan presidennya menandatangani UU penyiksaan yang dikecam senator (yang masih punya hati nurani) Ron Paul sebagai negara yang "tergelincir ke dalam tirani" dan "jatuh ke dalam totalitarianisme".

Bahkan saat menandatangani undang-undang penyiksaan (Bill of Tyranny), Presiden Obama merasa semuanya itu masih belum cukup. Maka ia mengumumkan bahwa "dengan hak-hak yang dimilikinya ia boleh mengabaikan semua hukum, untuk mengirim warga Amerika untuk disiksa."

Inilah pemerintahan Amerika yang mengklaim sebagai pemerintahan "kebebasan dan demokrasi" yang akan memberikan "kebebasan dan demokrasi" ke negara-negara lain dengan bom dan pasukan militer.

Tahun lalu Obama menyatakan bahwa ia memiliki "daftar" warga negara Amerika yang ingin ia bunuh (assasinate) tanpa melalui proses hukum. Sementara Homeland Security (lembaga baru setingkat kementrian yang sangat facsis dan dipimpin oleh yahudi lesbian, Elena Kagan) menyatakan telah mengalihkan perhatian utamanya dari teroris luar negeri (asing) kepada teroris dalam negeri (warga negara sendiri). Semua pelanggaran konstitusi ini tidak dilakukan di balik pintu, tapi di depan umum yang disaksikan oleh semua orang.

Polisi kota dan negara bagian telah dimiliterisasi tidak hanya perlengkapannya namun juga mentalnya. Meski tidak ada laporan tentang teroris domestik, aparat keamanan terus menerus melakukan operasi pencarian dan penggeledahan dengan menghentikan kendaraan di jalan-jalan raya dan jalan bebas hambatan. Aparat keamanan federal dilatih secara sistematis untuk melanggar hak-hak konstitusi warga negara dan warga negara dilatih untuk menerimanya sebagai suatu kebiasaan. (Prosedur keamanan di bandara-bandara Amerika kini mengharuskan semua orang menjalani apa yang disebut sebagai pelecehan. Orang tua dan suami hanya bisa menangis melihat anak gadisnya atau istrinya meronta-ronta saat petugas menggerayangi tubuh mereka dengan alasan mencari bom).

Anak-anak muda dan anak-anak kecil dihilangkan memorinya tentang masa dimana warga negara bisa menggunakan transportasi umum tanpa melewati prosedur keamanan ketat, atau masa dimana warganegara boleh berdemonstrasi dengan bebas. Kebebasan mulai disingkirkan ke alam bawah sadar, mistik dan legenda, sementara totaliterisme dipaksakan menjadi kenyataan biasa. Semuanya itu adalah bentuk tirani yang telanjang bulat.

Dan sementara Amerika berubah bentuk dari negara demokrasi menjadi negara polisi, para politisi masih bisa membanggakan "nilai-nilai luhur". Apa nilai-nilai luhur itu? Penahanan tanpa batas waktu dan tanpa proses pengadilan, penyiksaan, penggeledahan di tempat-tempat umum dan penyerbuan ke rumah-rumah, maraknya kebrutalan polisi, pembatasan kebebasan berbicara dan berkumpul, penyerbuan terhadap negara lain tanpa alasan (preemptive war), campur tangan urusan negara lain, dan sanksi ekonomi terhadap negara asing yang pemerintahannya tidak mau didikte.

Jika pemerintahan negara polisi dimaksudkan untuk melawan ancaman terorisme, maka semestinya bentu pemerintahan seperti itu segera diubah kembali jika ancaman sudah berlalu. Namun yang tampak adalah negara polisi adalah suatu yang sudah direncanakan lama.

Mengingat tidak pernah ada ancaman teroris selama 10 tahun terakhir kecuali apa yang direkayasa FBI, tidak ada ancaman terorisme yang bisa melegitimasi pembentukan negera polisi. Semuanya adalah sebuah agenda tersembunyi. Ancaman sebenarnya rakyat Amerika adalah pemerintah di Washington DC. 

Abu Ghraib kemarin... America besok.


Sumber:
"America Doomed"; Darkmoon, 4 Januari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar