False Flag Operation atau bahasa Indonesianya kira-kira Operasi Bendera Palsu, merupakan sebuah operasi rahasia yang dibuat sedemikian rupa untuk menipu publik sehingga publik mengira operasi tersebut dilakukan oleh kelompok lain. Sedangkan
Tujuan dari operasi ini adalah justifikasi oleh pelaku operasi rahasia ini untuk menyerang negara lain yang menjadi musuh atau oposisinya. Namun, masing2 negara yang menjalankan operasi ini tentunya memiliki kepentingan2 yang lain meskipun tujuan umum dari operasi ini adalah SAMA
Pada bulan Februari 1898 sebuah kapal perang Amerika, USS Maine, yang tengah bersandar di pelabuhan Havana tiba-tiba meledak dan terbakar. Meski penyidik AL belum menemukan penyebab insiden tersebut, secara massif media massa Amerika yang dipimpin oleh pionir "jurnalisme kuning" William Randolph Hearst, memberitakan bahwa insiden disebabkan oleh sabotase Spanyol yang kala itu masih menjadi penguasa Kuba. Demam perang pun langsung berkobar di kalangan rakyat Amerika, disebabkan laporan jurnalisme murahan tersebut.
Ketika jurnalis-nya dikirim untuk melakukan liputan di Havana, ternyata tidak ada bukti yang diperolah untuk menyatakan insiden tersebut akibat ulah Spanyol. Sang wartawan pun meminta untuk dikirim kembali ke Amerika, namun Hearst menolak. "Tetap tinggal di tempat. Kau percantik lukisannya, saya akan percantik perangnya."
Singkat cerita, perang pun pecah setelah Amerika "balas" menyerang Kuba.
60 tahun kemudian insiden yang lain terjadi di Teluk Tonkin. Media-media massa gencar memberitakan tentang kapal perang Amerika yang diserang oleh Vietkong. Presiden L.B. Johnson pun menyuarakan "aspirasi" media massa dan mengumumkan kepada rakyatnya bahwa kapal perang Amerika telah diserang Vietkong tanpa alasan. Dan kembali, Amerika kemudian menerjunkan diri ke dalam perang yang hasilnya tidak seperti perang melawan Spanyol.
Bahkan jika diruntutkan, peristiwa-peristiwa seperti itu, menipu publik untuk mendapatkan alasan melakukan perang, juga dilakukan dalam Perang Dunia I tatkala Amerika dan Inggris sengaja mengumpankan kapal Lusitania ke peluru-peluru torpedo kapal Jerman, atau tatkala Amerika sengaja membiarkan pangkalan Pearl Harbour diserang Jepang setelah sebelumnya membuat Jepang terpojok akibat sanksi ekonomi yang diterapkan Amerika.
Dan contoh paling gamblang tentunya adalah serangan WTC 911 2001. Semua pakar fisika dan sains tidak ada yang berbeda pendapat, kecuali mereka yang bekerja untuk pemerintah Amerika, bahwa model robohnya gedung WTC adalah akibat "pemboman terukur" yang biasa dipraktikkan para insinyur untuk merobohkan gedung tinggi tanpa harus merusak bangunan di sekitarnya.
Pada tahun 1967 Israel membombardir kapal mata-mata Amerika USS Liberty. Rencananya setelah kapal itu tenggelam, media massa akan ramai-ramai menuduh Mesir yang bertanggungjawab atas serangan dan Amerika akan membom Mesir hingga Israel dengan leluasa menjarah Mesir hingga Kairo. Namun meski 2 jam lebih diserbu hingga menewaskan 40 pelautnya dan melukai puluhan lainnya, USS Liberty tetap mengapung. Maka Amerika batal menyerang Mesir dan Israel pun harus puas mendapatkan Sinai. Para pelaut yang selamat mendapat panghargaan, sekaligus juga ancaman untuk tidak menceritakan kejadian sebenarnya. Pemerintah Israel mengakui salah tembak dan meminta ma'af, dan persoalan selesai.
Kini, seiring gencarnya pemerintah dan media massa Amerika dan sekutu-sekutunya mengumandangkan koor "serang Iran", ancaman operasi "false flag" sebagaimana tersebut dalam contoh-contoh di atas, sangatlah besar. Terlebih lagi setelah sanksi ekonomi Amerika dan Uni Eropa untuk memblokir ekspor minyak Iran terancam gagal total setelah Cina dan India plus Rusia dan negara-negara Amerika Latin menolak pemberian sanksi, dan Iran pun mulai melunakkan diri dengan membiarkan kapal-kapal Amerika kembali melintasi Selat Hormuz.
Obyek untuk menjadi sasaran operasi "false flag" juga sudah ditetapkan, yaitu kapal induk tua USS Enterprise yang tahun depan bakal dibesi-tuakan. Menjadikannya sasaran penenggelaman di wilayah negara lain tentunya bukan masalah, terutama dengan sampah radio aktif di dalam kapal bertenaga nuklir ini yang prosedur penanganannya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dan kapal ini telah berada di kawasan Laut Arab menuju Teluk Parsia.
Israel memiliki 3 kapal selam kelas Dolphin buatan Jerman. Kapal-kapal selam memiliki kelebihan sulit dideteksi radar, sangat cocok untuk menjalankan misi operasi "false flag". Ketiganya telah teridentifikasi melintasi Terusan Suez tahun lalu, dan belum kembali ke pangkalannya di Israel. Kemungkinan kapal ini telah berada di Teluk Parsia atau Teluk Oman, menunggu USS Enterprise untuk diserang sebagaimana mereka menyerang USS Liberty. Dan kemudian setelah aksi penyerangan, media massa akan menggelar "koor" "serang Iran", dan lagi-lagi Amerika menerjunkan diri dalam perang yang tidak pasti akan dimenangkannya atau bahkan menghancurkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar