Rabu, 02 Mei 2012

Siapakah Gajahmada




gajah-mada
Gajah Mada asli orang Dayak
Siapakah Gajahmada? Ada masalah apa yang bergelayut dalam kepribadiannya selama ini? Sekelompok orang telah membuat waswas para pembesar dayak, itu adalah kelompok pendatang dari negeri China, kedatangan mereka yang berambisi menguasai atau menguras kekayaan Kalimantan bagian barat itu membuat para sesepuh harus mengadakan rapat penting diantara mereka, akhirnya diputuskan untuk mengutus Patih Gajah Mada ke Jawa untuk memperkuat Majapahit satu-satunya kerajaan yang dipandang mampu mengimbangi kekuatan kelompok China itu kelak.Gajah Mada yang memiliki dendam pribadi terhadap bapaknya yang pedagang China yang telah menelantarkan ibunya begitu saja segera menerima tugas berat ini.

Gajah Mada asli orang Dayak yang berasal dari Kalimantan Barat, asal usul kampungnya yaitu di Kecamatan Toba (Tobag), Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (saat ini)  Gajah Mada adalah orang Dayak, hal itu berkaitan dengan kisah tutur tinular masyarakat Dayak Tobag, Mali, Simpang dan Dayak Krio yang menyatakan Gajah Mada adalah orang Dayak. Ada sedikit perubahan nama dari Gajah Mada pada Dayak Krio menjadi Jaga Mada bukan Gajah Mada namun Dayak lainnya menyebutnya dengan Gajah Mada.
Sebutan itu sudah ada sejak lama dan Gajah Mada dianggap salah satu Demung Adat yang hilang. Sebenarnya ia diutus raja-raja di Kalimantan. Ia berasal dari sebuah kampung di wilayah Kecamatan Toba (saat ini). Dalam kisah Patih Gumantar Dayak Kanayatn (Dayak Ahe) Kalimantan Barat bahwa Patih Gajah Mada adalah saudaranya Patih Gumantar, mereka ada 7 bersaudara. (Baca Buku, Mencermati Dayak Kanyatan)
Satu lagi soal nama Patih Gajah Mada bahwa gelar Patih itu sendiri hanya ada di Kalimantan khususnya Kalbar dan satu-satunya patih di Jawa adalah Gajah Mada itu sendiri, tidak ada patih lain dan itu membuktikan bahwa gelar "Patih" berasal dari silsilah kerajaan di Kalimantan bukan dari Jawa.
Memang sejak abad ketiga, pelaut China telah berlayar ke Indonesia untuk melakukan perdagangan sekaligus berupaya menjajah negeri yang disinggahinya. Rute pelayaran menyusuri pantai Asia Timur dan pulangnya melalui Kalimantan Barat dan Filipina dengan mempergunakan angin musim.
Pada abad ketujuh, hubungan Tiongkok dengan Kalimantan Barat sudah sering terjadi, tetapi belum menetap. Imigran dari China kemudian masuk ke Kerajaan Sambas dan Mempawah dan terorganisir dalam kongsi sosial politik yang berpusat di Monterado dan Bodok dalam Kerajaan Sambas dan Mandor dalam Kerajaan Mempawah.
Pasukan Khubilai Khan di bawah pimpinan Ike Meso, Shih Pi dan Khau Sing dalam perjalanannya untuk menghukum Kertanegara, singgah di kepulauan Karimata yang terletak berhadapan dengan Kerajaan Tanjungpura. Karena kekalahan pasukan ini dari angkatan perang Jawa dan takut mendapat hukuman dari Khubilai Khan, kemungkinan besar beberapa dari mereka melarikan diri dan menetap di Kalimantan Barat.

Laksamana-Cheng-Ho
Laksamana Cheng Ho
Pada tahun 1407, di Sambas didirikan "Muslim/Hanafi" (tanda kutip) - Chinese Community. Tahun 1463 laksamana Cheng Ho, seorang Hui dari Yunan, atas perintah Kaisar Cheng Tsu alias Jung Lo (kaisar keempat dinasti Ming) selama tujuh kali memimpin ekspedisi pelayaran ke Nan Yang. Beberapa anak buahnya ada yang kemudian menetap di Kalimantan Barat dan membaur dengan penduduk setempat. Mereka juga membawa ajaran Islam yang mereka anut.

Di abad ke-17 hijrah bangsa China ke Kalimantan Barat menempuh dua rute yakni melalui IndoChina - Malaya - Kalimantan Barat dan Borneo Utara - Kalimantan Barat. Tahun 1745, orang China didatangkan besar-besaran untuk kepentingan perkongsian, karena Sultan Sambas dan Panembahan Mempawah menggunakan tenaga-tenaga orang China sebagai wajib rodi dipekerjakan di tambang-tambang emas. Kedatangan mereka di Monterado membentuk kongsi Taikong (Parit Besar) dan Samto Kiaw (Tiga Jembatan).
Tahun 1770, orang-orang China perkongsian yang berpusat di Monterado dan Bodok berperang dengan suku Dayak yang menewaskan kepala suku Dayak di kedua daerah itu. Sultan Sambas kemudian menetapkan orang-orang China di kedua daerah tersebut hanya tunduk kepada Sultan dan wajib membayar upeti setiap bulan, bukan setiap tahun seperti sebelumnya. Tetapi mereka diberi kekuasaan mengatur pemerintahan, pengadilan, keamanan dan sebagainya. Semenjak itu timbullah Republik Kecil yang berpusat di Monterado dan orang Dayak pindah ke daerah yang aman dari orang China.
Pada Oktober 1771 kota Pontianak berdiri. Tahun 1772 datang seorang bernama Lo Fong (Pak) dari kampung Shak Shan Po, Kunyichu, Kanton membawa 100 keluarganya mendarat di Siantan, Pontianak Utara. Sebelumnya di Pontianak sudah ada kongsi Tszu Sjin dari suku Tio Ciu yang memandang Lo Fong sebagai orang penting. Mandor dan sekitarnya juga telah didiami suku Tio Ciu, terutama dari Tioyo dan Kityo. Daerah Mimbong didiami pekerja dari Kun-tsu dan Tai-pu. Seorang bernama Liu Kon Siong yang tinggal dengan lebih dari lima ratus keluarganya mengangkat dirinya sebagai Tai-Ko di sana. Di San Sim (Tengah-tengah Pegunungan) berdiam pekerja dari daerah Thai-Phu dan berada di bawah kekuasaan Tong A Tsoi sebagai Tai-Ko.
Lo Fong kemudian pindah ke Mandor dan membangun rumah untuk rakyat, majelis umum (Thong) serta pasar. Namun ia merasa tersaingi oleh Mao Yien yang memiliki pasar 220 pintu, terdiri dari 200 pintu pasar lama yang didiami masyarakat Tio Tjiu, Kti-Yo, Hai Fung dan Liuk Fung dengan Tai-Ko Ung Kui Peh dan 20 pintu pasar baru yang didiami masyarakat asal Kia Yin Tju dengan Tai-Ko Kong Mew Pak. Mao Yien juga mendirikan benteng Lan Fo (Anggrek Persatuan) dan mengangkat 4 pembantu dengan nama Lo-Man. Lo Fong kemudian mengutus Liu Thoi Ni untuk membawa surat rahasia kepada Ung Kui Peh dan Kong Mew Pak, sehingga mereka terpaksa menyerah dan menggabungkan diri di bawah kekuasaan Lo Fong tanpa pertumpahan darah. Lo Fong kemudian juga merebut kekuasaan Tai-Ko Liu Kon Siong di daerah Min Bong (Benuang) sampai ke San King (Air Mati).
Lo Fong kemudian menguasai pertambangan emas Liu Kon Siong dan pertambangan perak Pangeran Sita dari Ngabang. Kekuasaan Lo Fong meliputi kerajaan Mempawah, Pontianak dan Landak dan disatukan pada tahun 1777 dengan nama Republik Lan Fong.
Tahun 1795 Lo Fong meninggal dunia dan dimakamkan di Sak Dja Mandor. Republik yang setiap tahun mengirim upeti kepada Kaisar Tiongkok ini pun bubar. Oleh orang China Mandor disebut Toeng Ban Lit, daerah timur dengan 1000 undang-undang .
Tahun 1795, berkobar pertempuran antara kongsi Tai-Kong yang berpusat di Monterado dengan kongsi Sam Tiu Kiu yang berpusat di Sambas karena pihak Sam Tiu Kiu melakukan penggalian emas di Sungai Raya Singkawang, daerah kekuasaan Tai-Kong. Tahun 1796, dengan bantuan kerajaan Sambas, kongsi Sam Tiu Kiu berhasil menguasai Monterado. Namun seorang panglima sultan bernama Tengku Sambo mati terbunuh ketika menyerbu benteng terakhir kongsi Tai Kong. Perang ini oleh rakyat Sambas disebut juga Perang Tengku Sambo. Sampai dengan tahun 1850, kerajaan Sambas yang dipimpin Sultan Abubakar Tadjudin II hampir jatuh ke tangan perkongsian gabungan Tai Kong, Sam Tiu Kiu dan Mang Kit Tiu. Kerajaan Sambas meminta bantuan kepada Belanda. Tahun 1851, Kompeni Belanda tiba dipimpin Overste Zorg yang kemudian gugur ketika perebutan benteng pusat pertahanan Sam Tiu Kiu di Seminis Pemangkat. Ia dimakamkan di bukit Penibungan, Pemangkat.

Sumber: betapolitikana

1 komentar:

  1. silahkan datang ke kecamatan MODO, lamongan, jatim... anda dapat menemukan artefak jelas.. makam IBU dari gajah mada... gajah mada lahir tahun 1300 an... JOKO MODO mendapat panggilan GAJAH setelah menjadi patih amangkubumi... situs, artefak, dan catatanya jelas ada... termasuk kata2 sumpahnya di pararaton... maaf, jangan menyesatkan... berdasar sentimen suku ras dan kabar kkaburrrrrrr....

    BalasHapus