Prancis adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik.
Namun, negara itu sudah resmi menganut prinsip Laicite, yaitu prinsip
memisahkan antara agama dan kehidupan negara. Dengan kata lain, Prancis adalah
salah satu negara yang menerapkan sistem sekularisme di negaranya.
Lantas bagaimana dengan Muslim di sana? Pemerintah Prancis tidak pernah mencatat agama raktyatnya, baik untuk sensus penduduk maupun untuk bidang politik. Tapi banyak penelitian yang dilakukan sejumlah pihak untuk menentukan jumlah agama penduduk Prancis. Contohnya, dalam sebuah penelitian pada tahun 1965, 81 persen orang Prancis menyatakan bahwa mereka menganut agama Katolik.
Namun pada tahun 2007, penelitian yang dilakukan oleh Catholic World News, jumlah pemeluk Katolik di Prancis menurun menjadi 51 persen. Sementara itu, dari sumber yang sama juga menunjukkan 31 persen diidentifikasi sebagai Atheis, 10 persen dari agama lain, 4 persen Muslim, 3 persen Protestan, 1 persen Budha dan 1 persen Yahudi.
Pada tahun 2009, menurut penelitian yang dilakukan Pierre Bréchon, jumlah penganut Katolik hanya tinggal 42 persen. Jumlah orang Atheis di Prancis justru naik menjadi 50 persen.
Melihat data tesebut, jumlah Muslim pada saat ini adalah yang terbesar kedua. Tiap tahun, orang yang masuk Islam atau muallaf sangat besar, yang usianya berkisar antara 15-20 tahun. Walaupun berada di dalam lingkup negara sekuler, tapi Islam tetap ada dan bertahan. Di tahun 1999 tercatat ada 3,7 juta Muslim di Prancis, atau 6,3 persen dari total populasi negara itu.
Pada tahun 2004, jumlah Muslim di Prancis terus bertambah antara 5-6 juta orang atau 8-10 persen dari jumlah penduduk. Muslim di Prancis tersebar di berbagai wilayah, seperti Marseillle dan Strasbourg. Muslim di negeri itu masih tetap bebas melakukan kegiatannya sebelum disahkannya Undang-undang pada tahun 1905 dan peraturan pada September
***
Lantas bagaimana dengan Muslim di sana? Pemerintah Prancis tidak pernah mencatat agama raktyatnya, baik untuk sensus penduduk maupun untuk bidang politik. Tapi banyak penelitian yang dilakukan sejumlah pihak untuk menentukan jumlah agama penduduk Prancis. Contohnya, dalam sebuah penelitian pada tahun 1965, 81 persen orang Prancis menyatakan bahwa mereka menganut agama Katolik.
Namun pada tahun 2007, penelitian yang dilakukan oleh Catholic World News, jumlah pemeluk Katolik di Prancis menurun menjadi 51 persen. Sementara itu, dari sumber yang sama juga menunjukkan 31 persen diidentifikasi sebagai Atheis, 10 persen dari agama lain, 4 persen Muslim, 3 persen Protestan, 1 persen Budha dan 1 persen Yahudi.
Pada tahun 2009, menurut penelitian yang dilakukan Pierre Bréchon, jumlah penganut Katolik hanya tinggal 42 persen. Jumlah orang Atheis di Prancis justru naik menjadi 50 persen.
Melihat data tesebut, jumlah Muslim pada saat ini adalah yang terbesar kedua. Tiap tahun, orang yang masuk Islam atau muallaf sangat besar, yang usianya berkisar antara 15-20 tahun. Walaupun berada di dalam lingkup negara sekuler, tapi Islam tetap ada dan bertahan. Di tahun 1999 tercatat ada 3,7 juta Muslim di Prancis, atau 6,3 persen dari total populasi negara itu.
Pada tahun 2004, jumlah Muslim di Prancis terus bertambah antara 5-6 juta orang atau 8-10 persen dari jumlah penduduk. Muslim di Prancis tersebar di berbagai wilayah, seperti Marseillle dan Strasbourg. Muslim di negeri itu masih tetap bebas melakukan kegiatannya sebelum disahkannya Undang-undang pada tahun 1905 dan peraturan pada September
***
Prancis meresmikan dirinya untuk menganut prinsip Laicite, yakni prinsip yang memisahkan antara agama dengan kehidupan atau disebut juga sekuler pada 1905,. Dan setelah itu, pada bulan September 2004, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yakni melarang setiap warga negaranya untuk memakai atribut agama yang “mencolok”.
Keluarnya peraturan itu dilandaskan pada kejadian serangan WTC yang diduga dilakukan oleh kaum Muslim. Walaupun tidak ada spesifikasi mengenai untuk siapa peraturan itu, tapi secara tidak langsung peraturan ini ditujukan untuk kaum Muslim. Dan salah satunya adalah pelarangan memakai jilbab.
Prancis adalah satu-satunya negara yang pertama kali menerapkan aturan pelarangan memakai jilbab. Dalam peraturan ini menyatakan bahwa atribut keagamaan yang “mencolok” hanya boleh digunakan saat di rumah, dan di tempat-tempat swasta.
Sedangkan saat berada di tengah kota, kota besar, atau tempat umum dilarang untuk menggunakan simbol agama. Tempat umum disini meliputi sekolah dan rumah sakit. Pemerintah Prancis menegakkan aturan itu secara tegas. Empat siswi diusir dari kelasnya karena menggunakan jilbab dan kerudung.
Otomatis, peraturan itu semakin membuat ruang gerak Muslim menjadi sempit dan terbatas. Agama hanya boleh diemban setiap individu, secara pribadi dan tidak boleh masuk dalam lingkup umum.
***
Laicite, dianggap sebagai salah satu cara untuk menengahi dan menyamaratakan kedudukan orang yang satu dengan orang yang lainnya. Dan dari sini diharapkan tidak ada kefanatikan dan pendiskriminasian salah satu kelompok agama.
Padahal dalam Islam tidak ada istilah pluralitas dalam apapun, semua orang mempunyai fitrah yang sama sebagai manusia. Di Prancis, dalam kartu tanda penduduknya (Carte Nationale D’Identite) tercantum beberapa bagian yang tidak sama dengan KTP di Indonesia. Contohnya, pada bagian agama yang terbagi menjadi dua bagian antara taat dan tidak.
Pada bagian status juga terbagi dalam beberapa bagian antara lain belum menikah, menikah, janda, duda dan tinggal tanpa hubungan. Dengan semua fakta yang ada, maka tidak aneh jika memang Prancis adalah negara sekuler yang sudah lazim ditemukan pasangan yang tinggal bersama tanpa suatu hubungan, gay atau lesbian. Maka tidak aneh saat laki-laki dan perempuan tinggal bersama tanpa hubungan terjadi di Prancis.
Oleh Ratna Fitriani Imanita
REPUBLIKA.CO.ID
Tidak ada komentar:
Posting Komentar