Ini adalah peringatan untuk orang2 yang masih percaya pada hal2 yang berbau klenik dan masih percaya pada dukun. Ponari yang digiring menjadi ‘dukun cilik’ itu tidak lulus ujian nasional (UN) Sekolah Dasar. Setelah namanya kondang sebagai pemilik “batu” yang dianggap ajaib, Ponari memang sering bolos dan malas belajar. Dia juga lebih sering bermain-main daripada pergi ke sekolah.
Ironisnya, banyak warga yang datang untuk meminta bantuan Ponari agar lulus Ujian Nasional. Setiap tahunnya, menjelang UN puluhan orang mendatangi rumah Ponari di Dusun Kedungsari Desa Balongsari Kecamatan Megaluh, Jombang, ini. Mereka yakin pertolongan Ponari dan batu bertuahnya akan membantu mereka lulus UN. Para pelajar ini datang ditemani orang tuanya.
Mereka meminta agar pensil 2B dan penghapus, yang akan digunakan untuk mengisi lembar jawaban UN, dicelupkan dalam air yang sudah diberi tuah batu petir yang dimiliki Ponari. Metode pengobatan Ponari memang mencelupkan batu ke dalam air, kemudian air itu diminumkan atau dibasuh pada pasien.
Walau sering dimintai bantuan untuk lulus ujian, nyatanya Ponari malah tidak lulus SD. Batu bertuah yang dimilikinya gagal menolong Ponari untuk lulus SD. Ya, terang saja, batu mana bisa menolong. Astaghfirullah…
Saat di puncak kejayaannya tahun 2009, Ponari malah sempat bolos satu bulan. Ketika itu Ponari masih duduk di kelas III SDN Balonsari. Untuk membujuk Ponari kembali bersekolah bukan soal mudah. Ponari khusus dijemput Kepala Sekolahnya, Miharso, naik mobil Suzuki Katana. Miharso pun harus menggendong Ponari ke dalam mobil. Ponari juga enggan diliput wartawan. Dia juga enggan menerima pasien saat berada di sekolah.
Kalau begini, bagaimana mau lulus?
“Ia, desa ini geger dengan kabar ketidaklulusan Ponari,” kata Subati, seorang pegawai yang bekerja di kantor Camat Plandaan, saat dihubungi merdeka.com, Senin (9/7/2012).
Subati mengatakan, kabar itu sudah mereka dengar sejak bulan Mei lalu. Namun, Subati tidak mengetahui pasti kapan hasil UN itu diumumkan pihak sekolah.
“Soalnya itu cuma kabar dari mulut ke mulut. Tetapi sudah jadi perbincangan ramai,” jelasnya.
Saat namanya populer, puluhan ribu warga Jombang bahkan luar daerah datang ke rumahnya untuk berobat. Dengan sebuah batu yang dipegangnya kemudian dicelupkan ke air, lalu air itu diminum mereka yang sakit diyakini bisa menyembuhkan penyakit si pasien.
Tapi ketenaran Ponari hanya sesaat. Parahnya, tidak diikuti pula dengan prestasi belajar yang baik hingga akhirnya dia tinggal kelas dan tetap menggunakan seragam SD.
Menurut Subati, saat ini tren orang berobat ke Ponari sudah redup. Tak ada lagi warga yang berbondong-bondong ke rumahnya seperti pada tahun 2009 silam.
“Saya dengar sih begitu, udah gak ada lagi yang berobat. Sudah sepi,” ungkapnya.
Begitulah. Cerita tentang Ponari ini tiga tahun lalu itu pun sebenarnya sudah mendapat kritikan. Berita yang berlebih-lebihan tentang Ponari dinilai telah membuat opini yang menyesatkan dan pembodohan terhadap publik–bahkan sejumlah ulama menyebutnya sebagai perilaku syirik yang terjadi di tengah masyarakat.
Jutaan anak Indonesia, seperti halnya Ponari, mestinya mendapat pencerahan, bukan malah mengajarkannya pada perilaku musyrik, takhayul, bid’ah dan khurafat. Sungguh ironis, anak-anak diajarkan mau lulus pergi ke dukun, dan dukunnya yang masih SD pula, malah tidak lulus.
Anak-anak sejak dini harus diajarkan, jika mau sukses kudu usaha, bedoa dan dekat dengan Allah. Bukan malah pergi ke dukun yang sang dukunnya pun tak mampu menolong dirinya. Karena hanya Allah saja yang bisa menolong dan membuat kita sukses–di dunia dan akhirat.
Sekali lagi, demi masa depan Indonesia yang bermartabat, maju dan mendapat ridho Allah, jangan bodohi anak-anak dan bangsa ini dengan perilaku yang tak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar