Nun jauh di pegunungan kaukasus, 1830, pasukan Tsar Rusia di bawah pimpinan Jenderal Turman mulai bergerak. Ribuan prajurit itu siap dan waspada untuk berperang dengan persenjataan lengkap. Peperangan kali ini cukup menyulitkan pasukan Rusia, sebab yang akan mereka taklukkan adalah bangsa Chechen yang punya kawasan strategis dan banyak siasat.
Sejenak kemudian terdengar sebuah letusan, terjadilah baku tembak, desing peluru beradu dengan pedang dan panah. Darah muncrat dimana-mana. Satu persatu prajurit dari kedua belah pihak jatuh bergelimangan darah. Itulah peperangan pertama rakyat Chechen dan Daghestan melawan pasukan Kaisar Tsar Rusia. Dengan gagah berani rakyat Chechen melawan.
Perang dahsyat itu melahirkan legenda yang tak pernah redup hingga sekarang, yang melejitkan nama Imam Syamil Desayev. Ia adalah pemimpin sekaligus inspirator jihad yang tak mungkin terlupakan. Ia adalah prajurit berperawakan kekar dan tinggi, gagah berani, gigih, dan pantang menyerah.
Tenaganya luar biasa, ia juga tangkas. Keberaniannya sangat dikagumi oleh lawan maupun kawan.
Imam Syamil Dasayev lahir di Daghestan pada tahun 1799, tanggal lahirnya tidak pernah disebutkan. Seperti kisah-kisah lainnya, sejarahnya hidupnya sangat sedikit ditulis orang. Yang ada hanyalah beberapa catatan sejarah yang tidak berurutan hingga tak mudah mengenal sosok pahlawan ini lebih dekat. Ia adalah salah satu dari tiga orang pendiri sebuah gerakan jihad di kawasan Daghestan dan Chehnya, Rusia.
Bersama Mullah Qazi Muhammad dan Hamzah Beg, gerakan jihadnya sangat mesyhur dengan nama gerakan Muridisme. Sebuah kelompok muslim yang mengangkat senjata melawan kekuasaan sewenang-wenang kekuasaan Tsar Rusia. Bersama Mullah Qazi Muhammad, ia dikenal sebagai pemersatu bangsa Daghestan dan Chechen.
Pada masa mudanya, Imam Syamil dikenal sebagai pemuda yang kalem tetapi mempunyai jiwa semangat perjuangan yang luar biasa. Kemahirannya bermain pedang dan tombak serta berlari dan melompat, tidak ada dapat menandingi. Ia dapat melompat diatas parit dengan mudah yang lebarnya sembilan meter, atau berjalan diatas tali yang dipegang oleh dua orang yang cukup tinggi. Ia biasa biasa bertelanjang dan berjalan tanpa alas kaki. Cuaca perbukitan kaukasus yang sangat dingin sama sekali tak berpengaruh atas keperkasaannya.
Ia bertetangga dengan seorang ulama atau Mullah terkenal yaitu Syekh Qazi Muhammad. Setelah Syekh Qazi, ia adalah tokoh kedua gerakan muridisme yang terkenal keberaniannya di kawasan Chehnya sampai lembah Kaukasus. Belakangan ia juga sebagai muballig dan Ulama. Banyak penduduk disekitar lembah kaukasus masuk Islam berkat dakwahnya. Di lain pihak kekaisaran Tsar Rusia berusaha memperluas wilayah dengan menaklukkan wilayah Daghestan dan Chehnya. Maka bersama Mullah Qazi Muhammad ia mengeluarkan fatwa Jihad.
Pada 1830, dengan persenjataan sederhana pasukan Chechen dipimpin Imam Syamil berhasil mematahkan pasukan Tsar Rusia. Pasukan Syamil yang dari Daghestan membantu pasukan muslim dari wilayah Kaukasus. Dalam kesaksiannya, Jenderal Turman yang di tunjuk oleh kaisar Rusia, Nicholas untuk memimpin pasukan Rusia menuturkan keperkasaan dan kepahlawanan pasukan Chehnya.\
Kaisar Tsar Nicholas
Itulah pertempuran dahsyat yang dilakukan oleh pasukan Imam Syamil. Kala kitu hanya dua orang yang berhasil lolos dari kepungan pasukan Tsar Rusia, yaitu Imam Syamli Desayev dan Mullah Qazi Muhammad. Sejarawan Mesir, Maryam Jamilah, sempat pula melukiskan kepahlawanan itu.
Imam Syamil mundur sambil menggendong anaknya yang masih bayi. Namun ia tetap melancarkan serangan perlawanan dengan bergerilya dari Daghestan utara, disana pula ia dengan pasukan mujahidin Chehnya memperoleh kemenangan gilang gemilang.
Taktik gerilya yang bagaikan siluman sangat ditakuti oleh pasukan Tsar Rusia, gerakan cepat dan sulit di deteksi. Pasukan mujahidin melakukan taktik hit and run. Tiba-tiba menyerang telak, dan dengan sekejap lari ke hutan. Tak ayal pasukan Rusia amat kelelahan, dan semangat mereka mengendur. Perlawanan gerilya ini berlangsung tak kurang dari satu dasawarsa. Dilain pihak pasukan mujahidin sendirimulai jenuh, apalagi ketika ibu Imam Syamil sendiri memintanya menyerah.
Mendengar imbauan sang ibu, Imam Symail dan pasukannya kemudian melakukan itikaf dan berpuasa di masjid selama tiga hari tiga malam. Pada hari ketiga ia keluar dari masjid, badannya kurus, wajahnya pucat. Ia lalu berpidato, “Semoga damai sejahtera berlimpah atas Rasulullah SAW, maka izinkanlah hukuman yang adil dilaksanakan sebagai contoh bagi semua kaum mukmin. Adalah kehendak Allah bahwa siapapun yang menyetujui permohonan yang memalukan untuk menyuruh rakyatku menyerah, harus menerima hukuman seratus dera, dan ia adalah ibuku!”
Beberapa saat kemudian terjadi peristiwa mengharukan. Pada deraan kelima, sang ibu jatuh pingsan. Maka Imam Syamil menghampirinya dan menjatuhkan diri di kaki sang ibu. Sesaat kemudian ia menatap langit dan berseru lembut, “Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya, wahai penghuni surga, engkau telah mendengar doa yang telah kupanjatkan setulus hati, dan mengizinkanku untuk menanggung deraan-deraan selebihnya yang semula dikenakan terhadap ibuku. Semua deraan aku terima dengan senang sebagai hadiah yang ternilai harganya.”
Kemudian ia menanggalkan pakaian dan menerima deraan para Algojo sebagai pengganti sang ibu. Setelah selesai ia mengenakan pakaiannya kembali dan berjalan tertatih-tatih di tengah khalayak. Di luar ketangkasan, keperkasaan dan keteguhan hatinya, sesungguhnya Imam Syamil dikenal sebagai sosok yang lemah lembut. Musuh-musuhnya sering takjub menyaksikan sikapnya yang santun.
Meski berhadapan dengan kekuatan pasukan Tsar Rusia yang diperlengkapi dengan persenjataan yang lebih lengkap, pasukan mujahidin Chehnya tak mudah menyerah. Hal itu terjadi ketika pada 25 Agustus 1859 pasukan Tsar Rusia melancarkan serangan dahsyat. Karena kaum mujahidin pantang menyerah, jenderal Barkatisnky terpaksa melakukan taktik negosiasi damai. Dan akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Imam Syamil terpaksa menyerahkan diri, dan diperlakukan dengan penuh hormat oleh pasukan Tsar Rusia.
Agar perlawanan rakyat Chehnya agak mengendur, pada tanggal 4 Februari 1871 Tsar Nicholas mengizinkan Imam Syamil menunaikan ibadah haji. Tak lama kemudian sang pahlawan dan mujahid besar inipun menghadap sang Khalik di kota suci Madinah.
Semangat Imam Syamil senantiasa dikagumi sepanjang masa, bahkan sampai di abad ke 20, sampai-sampai sastrawan besar Rusia, Solzenitsyn sangat mengaguminya. Dalam masa pengasingannya di Siberia, ia menulis, “Tak seorangpun sanggup melumpuhkan semangat dan mentalitas yang membaja.”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar