Selasa, 27 Maret 2012

Alam Semesta Diciptakan Dari Ketiadaan (Volume Nol)


Teori Dentuman Besar (Big Bang) Dan Ajarannya
Persoalan mengenai bagaimana alam semesta yang tanpa cacat ini mula-
mula terbentuk, ke mana tujuannya, dan bagaimana cara kerja hukum-
hukum yang menjaga keteraturan dan keseimbangan, sejak dulu
merupakan topik yang menarik.
Pendapat kaum materialis yang berlaku selama beberapa abad hingga
awal abad ke-20 menyatakan, bahwa alam semesta memiliki dimensi tak
terbatas, tidak memiliki awal, dan akan tetap ada untuk selamanya.
Menurut pandangan ini, yang disebut “model alam semesta yang
statis”, alam semesta tidak memiliki awal maupun akhir.
Dengan memberikan dasar bagi filosofi materialis, pandangan ini
menyangkal adanya Sang Pencipta, dengan menyatakan bahwa alam
semesta ini adalah kumpulan materi yang konstan, stabil, dan tidak
berubah-ubah. Namun, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
abad ke-20 menghancurkan konsep-konsep primitif seperti model alam
semesta yang statis. Saat ini, pada awal abad ke-21, melalui
sejumlah besar percobaan, pengamatan, dan perhitungan, fisika modern
telah mencapai kesimpulan bahwa alam semesta memiliki awal, bahwa
alam diciptakan dari ketiadaan dan dimulai oleh suatu ledakan besar.
Selain itu, berlawanan dengan pendapat kaum materialis, kesimpulan
ini menyatakan bahwa alam semesta tidaklah stabil atau konstan,
tetapi senantiasa bergerak, berubah, dan memuai. Saat ini, fakta-
fakta tersebut telah diakui oleh dunia ilmu pengetahuan. Sekarang,
marilah kita lihat bagaimana fakta-fakta yang sangat penting ini
dijelaskan oleh ilmu pengetahuan.
“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih
kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan
bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu.” (Surat al-Hadid: 1-2)
Pemuaian Alam Semesta
Pada tahun 1929, di observatorium Mount Wilson di California,
seorang astronom Amerika bernama Edwin Hubble membuat salah satu
temuan terpenting dalam sejarah astronomi. Ketika tengah mengamati
bintang dengan teleskop raksasa, dia menemukan bahwa cahaya yang
dipancarkan bintang-bintang bergeser ke ujung merah spektrum. Ia pun
menemukan bahwa pergeseran ini terlihat lebih jelas jika bintangnya
lebih jauh dari bumi. Temuan ini menggemparkan dunia ilmu
pengetahuan. Berdasarkan hukum-hukum fisika yang diakui, spektrum
sinar cahaya yang bergerak mendekati titik pengamatan akan cenderung
ungu, sementara sinar cahaya yang bergerak menjauhi titik pengamatan
akan cenderung merah. Pengamatan Hubble menunjukkan bahwa cahaya
dari bintang-bintang cenderung ke arah warna merah. Ini berarti
bahwa bintang-bintang tersebut senantiasa bergerak menjauhi kita.
Tidak lama sesudah itu, Hubble membuat temuan penting lainnya:
Bintang dan galaksi bukan hanya bergerak menjauhi kita, namun juga
saling menjauhi. Satu-satunya kesimpulan yang dapat dibuat tentang
alam semesta yang semua isinya bergerak saling menjauhi adalah bahwa
alam semesta itu senantiasa memuai.
Agar lebih mudah dimengerti, bayangkan alam semesta seperti
permukaan balon yang tengah ditiup. Sama seperti titik-titik pada
permukaan balon akan saling menjauhi karena balonnya mengembang,
benda-benda di angkasa saling menjauhi karena alam semesta terus
memuai. Sebenarnya, fakta ini sudah pernah ditemukan secara
teoretis. Albert Einstein, salah seorang ilmuwan termasyhur abad
ini, ketika mengerjakan Teori Relativitas Umum, pada mulanya
menyimpulkan bahwa persamaan yang dibuatnya menunjukkan bahwa alam
semesta tidak mungkin statis. Namun, dia mengubah persamaan
tersebut, dengan menambahkan sebuah “konstanta” untuk menghasilkan
model alam semesta yang statis, karena hal ini merupakan ide yang
dominan saat itu. Di kemudian hari Einstein menyebut perbuatannya
itu sebagai “kesalahan terbesar dalam kariernya”.
Jadi, apakah pentingnya fakta pemuaian alam semesta ini terhadap
keberadaan alam semesta?
Pemuaian alam semesta secara tidak langsung menyatakan bahwa alam
semesta bermula dari satu titik tunggal. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa “satu titik tunggal” yang mengandung semua materi
alam semesta ini pastilah memiliki “volume nol” dan “kepadatan tak
terbatas”. Alam semesta tercipta akibat meledaknya titik tunggal
yang memiliki volume nol tersebut. Ledakan hebat yang menandakan
awal terbentuknya alam semesta ini dinamakan Ledakan Besar (Big
Bang), dan teori ini dinamai mengikuti nama ledakan tersebut.

Harus dikatakan di sini bahwa “volume nol” adalah istilah teoretis
yang bertujuan deskriptif. Ilmu pengetahuan hanya mampu
mendefinisikan konsep “ketiadaan”, yang melampaui batas pemahaman
manusia, dengan menyatakan titik tunggal tersebut sebagai “titik
yang memiliki volume nol”. Sebenarnya, “titik yang tidak memiliki
volume” ini berarti “ketiadaan”. Alam semesta muncul dari ketiadaan.
Dengan kata lain, alam semesta diciptakan.
Fakta ini, yang baru ditemukan oleh fisika modern pada akhir abad
ini, telah diberitakan Al Quran empat belas abad yang lalu:
“Dia Pencipta langit dan bumi.” (QS. Al An’am:101)
Jika kita membandingkan pernyataan pada ayat di atas dengan teori
Ledakan Besar, terlihat kesamaan yang sangat jelas. Namun, teori ini
baru diperkenalkan sebagai teori ilmiah pada abad ke-20.
Pemuaian alam semesta merupakan salah satu bukti terpenting bahwa
alam semesta diciptakan dari ketiadaan. Meskipun fakta di atas baru
ditemukan pada abad ke-20, Allah telah memberitahukan kenyataan ini
kepada kita dalam Al Quran 1.400 tahun yang lalu:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya
Kami benar-benar berkuasa.” (Surat Adz-Dzariyat: 47)
Pada tahun 1948, George Gamov mengemukakan gagasan lain mengenai
teori Ledakan Besar. Dia menyatakan bahwa setelah terbentuknya alam
semesta dari ledakan hebat, di alam semesta seharusnya terdapat
surplus radiasi, yang tersisa dari ledakan tersebut. Lebih dari itu,
radiasi ini seharusnya tersebar merata di seluruh alam semesta.
Bukti “yang seharusnya ada” ini segera ditemukan. Pada tahun 1965,
dua orang peneliti bernama Arno Penzias dan Robert Wilson, menemukan
gelombang ini secara kebetulan. Radiasi yang disebut “radiasi latar
belakang” ini tampaknya tidak memancar dari sumber tertentu, tetapi
meliputi seluruh ruang angkasa. Dengan demikian, dapat dipahami
bahwa gelombang panas yang memancar secara seragam dari segala arah
di angkasa ini merupakan sisa dari tahapan awal Ledakan Besar.
Penzias dan Wilson dianugerahi Hadiah Nobel untuk temuan ini.
Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit Cosmic Background Explorer
(COBE) ke angkasa untuk melakukan penelitian mengenai radiasi latar
belakang. Pemindai sensitif pada satelit hanya membutuhkan waktu
delapan menit untuk menegaskan perhitungan Penzias dan Wilson. COBE
telah menemukan sisa-sisa ledakan hebat yang mengawali terbentuknya
alam semesta.
Bukti penting lain berkenaan dengan Ledakan Besar adalah jumlah
hidrogen dan helium di ruang angkasa. Pada penghitungan terbaru,
diketahui bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta sesuai
dengan penghitungan teoretis konsentrasi hidrogen-helium yang
tersisa dari Ledakan Besar. Jika alam semesta tidak memiliki awal
dan jika alam semesta ada sejak adanya keabadian (waktu yang tak
terhingga), seharusnya hidrogen terpakai seluruhnya dan diubah
menjadi helium.
Semua bukti kuat ini memaksa komunitas ilmiah untuk menerima teori
Ledakan Besar. Model ini merupakan titik terakhir yang dicapai oleh
para ahli kosmologi berkaitan dengan awal mula dan pembentukan alam
semesta.
Dennis Sciama, yang membela teori keadaan ajeg (steady-state)
bersama Fred Hoyle selama bertahun-tahun, menggambarkan posisi
terakhir yang mereka capai setelah terkumpulnya semua bukti tentang
teori Ledakan Besar. Sciama mengatakan bahwa ia telah ambil bagian
dalam perdebatan sengit antara para pembela teori keadaan ajeg dan
mereka yang menguji dan berharap dapat menyangkal teori tersebut.
Dia menambahkan bahwa dulu dia membela teori keadaan ajeg bukan
karena menganggap teori tersebut benar, melainkan karena berharap
bahwa teori itu benar. Fred Hoyle bertahan menghadapi semua
keberatan terhadap teori ini, sementara bukti-bukti yang berlawanan
mulai terungkap. Selanjutnya, Sciama bercerita bahwa pertama-tama ia
menentang bersama Hoyle. Akan tetapi, saat bukti-bukti mulai
bertumpuk, ia mengaku bahwa perdebatan tersebut telah selesai dan
teori keadaan ajeg harus dihapuskan.
Prof. George Abel dari University of California juga mengatakan
bahwa sekarang telah ada bukti yang menunjukkan bahwa alam semesta
bermula miliaran tahun yang lalu, yang diawali dengan Dentuman
Besar. Dia mengakui bahwa dia tidak memiliki pilihan lain kecuali
menerima teori Dentuman Besar.

Dengan kemenangan teori Dentuman Besar, konsep “zat yang kekal” yang
merupakan dasar filosofi materialis dibuang ke tumpukan sampah
sejarah. Jadi, apakah yang ada sebelum Dentuman Besar, dan kekuatan
apakah yang menjadikan alam semesta ini “ada” melalui sebuah
dentuman besar, jika sebelumnya alam semesta ini “tidak ada”?
Pertanyaan ini jelas menyiratkan, dalam kata-kata Arthur Eddington,
adanya fakta “yang tidak menguntungkan secara filosofis” (tidak
menguntungkan bagi materialis), yaitu adanya Sang Pencipta. Athony
Flew, seorang filsuf ateis terkenal, berkomentar tentang hal ini
sebagai berikut:
Semua orang tahu bahwa pengakuan itu baik bagi jiwa. Oleh karena
itu, saya akan memulai dengan mengaku bahwa kaum ateis Stratonician
telah dipermalukan oleh konsensus kosmologi kontemporer. Tampaknya
ahli kosmologi memiliki bukti-bukti ilmiah tentang hal yang menurut
St. Thomas tidak dapat dibuktikan secara filosofis; yaitu bahwa alam
semesta memiliki permulaan. Sepanjang alam semesta dapat dianggap
tidak memiliki akhir maupun permulaan, orang tetap mudah menyatakan
bahwa keberadaan alam semesta, dan segala sifatnya yang paling
mendasar, harus diterima sebagai penjelasan terakhir. Meskipun saya
masih percaya bahwa hal ini tetap benar, tetapi benar-benar sulit
dan tidak nyaman mempertahankan posisi ini di depan cerita Dentuman
Besar.
Banyak ilmuwan, yang tidak secara buta terkondisikan menjadi ateis,
telah mengakui keberadaan Yang Maha Pencipta dalam penciptaan alam
semesta. Sang Pencipta pastilah Dia yang menciptakan zat dan
ruang/waktu, tetapi Dia tidak bergantung pada ciptaannya. Seorang
ahli astrofisika terkenal bernama Hugh Ross mengatakan:
Jika waktu memiliki awal yang bersamaan dengan alam semesta, seperti
yang dikatakan teorema-ruang, maka penyebab alam semesta pastilah
suatu wujud yang bekerja dalam dimensi waktu yang benar-benar
independen dari, dan telah ada sebelum dimensi waktu kosmos.
Kesimpulan ini sangat penting bagi pemahaman kita tentang siapakah
Tuhan, dan siapa atau apakah yang bukan Tuhan. Hal ini mengajarkan
bahwa Tuhan bukanlah alam semesta itu sendiri, dan Tuhan tidak
berada di dalamnya

Allah Gambar Sang Pencipta
Zat dan ruang/waktu diciptakan oleh Yang Maha Pencipta, yaitu Dia
yang terlepas dari gagasan tersebut. Sang Pencipta adalah Allah, Dia
adalah Raja di surga dan di bumi.
Allah memberi tahu bukti-bukti ilmiah ini dalam Kitab-Nya, yang Dia
turunkan kepada kita manusia empat belas abad lalu untuk menunjukkan
keberadaan-Nya.
Kesempurnaan Di Alam Semesta
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-
kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat
sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya
penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu
cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (QS. Al Mulk:
3-4)
Di alam semesta, miliaran bintang dan galaksi yang tak terhitung
jumlahnya bergerak dalam orbit yang terpisah. Meskipun demikian,
semuanya berada dalam keserasian. Bintang, planet, dan bulan beredar
pada sumbunya masing-masing dan dalam sistem yang ditempatinya
masing-masing. Terkadang galaksi yang terdiri atas 200-300 miliar
bintang bergerak melalui satu sama lain. Selama masa peralihan dalam
beberapa contoh yang sangat terkenal yang diamati oleh para
astronom, tidak terjadi tabrakan yang menyebabkan kekacauan pada
keteraturan alam semesta.
Di seluruh alam semesta, besarnya kecepatan benda-benda langit ini
sangat sulit dipahami bila dibandingkan dengan standar bumi. Jarak
di ruang angkasa sangatlah besar bila bandingkan dengan pengukuran
yang dilakukan di bumi. Dengan ukuran raksasa yang hanya mampu
digambarkan dalam angka saja oleh ahli matematika, bintang dan
planet yang bermassa miliaran atau triliunan ton, galaksi, dan gugus
galaksi bergerak di ruang angkasa dengan kecepatan yang sangat
tinggi.
Misalnya, bumi berotasi pada sumbunya dengan kecepatan rata-rata
1.670 km/jam. Dengan mengingat bahwa peluru tercepat memiliki
kecepatan rata-rata 1.800 km/jam, jelas bahwa bumi bergerak sangat
cepat meskipun ukurannya sangat besar.
Kecepatan orbital bumi mengitari matahari kurang-lebih enam kali
lebih cepat dari peluru, yakni 108.000 km/jam. (Andaikan kita mampu
membuat kendaraan yang dapat bergerak secepat ini, kendaraan ini
dapat mengitari bumi dalam waktu 22 menit.)
Namun, angka-angka ini baru mengenai bumi saja. Tata surya bahkan
lebih menakjubkan lagi. Kecepatan tata surya mencapai tingkat di
luar batas logika manusia. Di alam semesta, meningkatnya ukuran
suatu tata surya diikuti oleh meningkatnya kecepatan. Tata surya
beredar mengitari pusat galaksi dengan kecepatan 720.000 km/jam.
Kecepatan Bima Sakti sendiri, yang terdiri atas 200 miliar bintang,
adalah 950.000 km/jam di ruang angkasa.
Kecepatan yang luar biasa ini menunjukkan bahwa hidup kita berada di
ujung tanduk. Biasanya, pada suatu sistem yang sangat rumit,
kecelakaan besar sangat sering terjadi. Namun, seperti diungkapkan
Allah dalam ayat di atas, sistem ini tidak memiliki “cacat”
atau “tidak seimbang”. Alam semesta, seperti juga segala sesuatu
yang ada di dalamnya, tidak dibiarkan “sendiri” dan sistem ini
bekerja sesuai dengan keseimbangan yang telah ditentukan Allah.

Solar System Picture
“Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal
Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia
mengetahui segala sesuatu. (Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian
itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta
segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala
sesuatu. Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia
dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi
Maha Mengetahui. Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti
yang terang; maka barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka
(manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak
melihat kebenaran itu), maka kemudharatannya kembali kepadanya.”
(QS. AlAn’am: 101-104)
Orbit Dan Alam Semesta Yang Berotasi
Salah satu sebab utama yang menghasilkan keseimbangan di alam
semesta, tidak diragukan lagi, adalah beredarnya benda-benda angkasa
sesuai dengan orbit atau lintasan tertentu. Walaupun baru diketahui
akhir-akhir ini, orbit ini telah ada di dalam Al Quran:
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan
bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis
edarnya.” (QS. Al Anbiya:33)
Bintang, planet, dan bulan berputar pada sumbunya dan dalam
sistemnya, dan alam semesta yang lebih besar bekerja secara teratur
seperti pada roda gigi suatu mesin. Tata surya dan galaksi kita juga
bergerak mengitari pusatnya masing-masing. Setiap tahun bumi dan
tata surya bergerak 500 juta kilometer menjauhi posisi sebelumnya.
Setelah dihitung, diketahui bahwa bila suatu benda langit menyimpang
sedikit saja dari orbitnya, hal ini akan menyebabkan hancurnya
sistem tersebut. Misalnya, marilah kita lihat apa yang akan terjadi
bila orbit bumi menyimpang 3 mm lebih besar atau lebih kecil dari
yang seharusnya.
“Selagi berotasi mengitari matahari, bumi mengikuti orbit yang
berdeviasi sebesar 2,8 mm dari lintasannya yang benar setiap 29 km.
Orbit yang diikuti bumi tidak pernah berubah karena penyimpangan
sebesar 3 mm akan menyebabkan kehancuran yang hebat. Andaikan
penyimpangan orbit adalah 2,5 mm, dan bukan 2,8 mm, orbit bumi akan
menjadi sangat luas dan kita semua akan membeku. Andaikan
penyimpangan orbit adalah 3,1 mm, kita akan hangus dan mati.” (Bilim
ve Teknik, Juli 1983)
Matahari
Berjarak 150 juta km dari bumi, matahari menyediakan energi yang
kita butuhkan secara terus-menerus.
Pada benda angkasa yang berenergi sangat besar ini, atom hidrogen
terus-menerus berubah menjadi helium. Setiap detik 616 miliar ton
hidrogen berubah menjadi 612 miliar ton helium. Selama sedetik itu,
energi yang dihasilkan sebanding dengan ledakan 500 juta bom atom.
Kehidupan di bumi dimungkinkan oleh adanya energi dari matahari.
Keseimbangan di bumi yang tetap dan 99% energi yang dibutuhkan untuk
kehidupan disediakan oleh matahari. Separo energi ini kasatmata dan
berbentuk cahaya, sedangkan sisanya berbentuk sinar ultraviolet,
yang tidak kasatmata, dan berbentuk panas.
Sifat lain dari matahari adalah memuai secara berkala seperti
lonceng. Hal ini berulang setiap lima menit dan permukaan matahari
bergerak mendekat dan menjauh 3 km dari bumi dengan kecepatan 1.080
km/jam.
Matahari hanyalah salah satu dari 200 juta bintang dalam Bimasakti.
Meskipun 325.599 kali lebih besar dari bumi, matahari merupakan
salah satu bintang kecil yang terdapat di alam semesta. Matahari
berjarak 30.000 tahun cahaya dari pusat Bimasakti, yang berdiameter
125.000 tahun cahaya. (1 tahun cahaya = 9.460.800.000. 000 km.)

Perjalanan Matahari
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan
Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yasin:38)
Berdasarkan perhitungan para astronom, akibat aktivitas galaksi
kita, matahari berjalan dengan kecepatan 720.000 km/jam menuju Solar
Apex, suatu tempat pada bidang angkasa yang dekat dengan bintang
Vega. (Ini berarti matahari bergerak sejauh kira-kira 720.000×24 =
17.280.000 km dalam sehari, begitu pula bumi yang bergantung
padanya.)
Langit Tujuh Lapis
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.”
(QS. Ath-Thalaq:12)
Dalam Al Quran Allah menyebutkan tujuh surga atau langit. Ketika
ditelaah, atmosfer bumi ternyata terbentuk dari tujuh lapisan. Di
atmosfer terdapat suatu bidang yang memisahkan lapisan dengan
lapisan. Berdasarkan Encyclopedia Americana (9/188), lapisan-lapisan
yang berikut ini bertumpukan, bergantung pada suhu.
Lapisan pertama TROPOSFER: Lapisan ini mencapai ketebalan 8 km di
kutub dan 17 km di khatulistiwa, dan mengandung sejumlah besar awan.
Setiap kilometer suhu turun sebesar 6,5 C, bergantung pada
ketinggian. Pada salah satu bagian yang disebut tropopause, yang
dilintasi arus udara yang bergerak cepat, suhu tetap konstan pada -
57 C.
Lapisan kedua STRATOSFER: Lapisan ini mencapai ketinggian 50 km. Di
sini sinar ultraviolet diserap, sehingga panas dilepaskan dan suhu
mencapai 0 C. Selama penyerapan ini, dibentuklah lapisan ozon yang
penting bagi kehidupan.
Lapisan ketiga MESOSFER: Lapisan ini mencapai ketinggian 85 km. Di
sini suhu turun hingga -100 C.
Lapisan keempat TERMOSFER: Peningkatan suhu berlangsung lebih lambat
Lapisan kelima IONOSFER: Gas pada lapisan ini berbentuk ion.
Komunikasi di bumi menjadi mungkin karena gelombang radio
dipantulkan kembali oleh ionosfer.
Lapisan keenam EKSOSFER: Karena berada di antara 500 dan 1000 km,
karakteristik lapisan ini berubah sesuai aktivitas matahari.
Lapisan ketujuh MAGNETOSFER: Di sinilah letak medan magnet bumi.
Penampilannya seperti suatu bidang besar yang kosong. Partikel
subatom yang bermuatan energi tertahan pada suatu daerah yang
disebut sabuk radiasi Van Allen.

3 komentar:

  1. makasih min sudah agak membantu tapi saya masih penasaran untuk apa alam semesta ini diciptakan?, alam semesta ini sangat besar apakah hanya ada manusia? dan alien itu apakah ada?

    BalasHapus
  2. Dalam jalan pikiran yang benar, manusia pasti akan menyatakan bahwa alam jagat raya ini diciptakan dari ketiadaan. Mari kita urut ( menurut jalan pikiran manusia ) : Jika ada sesuatu (A), maka (A) tersebut pasti terbuat dari sesuatu (B). Maka (B) pasti terbuat dari sesuatu lagi (C). Demikianlah seterusnya pikiran manusia berjalan. Namun pada suatu saat pikiran akan berhenti sampai pada kesimpulan bahwa keberadaan sesuatu bukan terbuat dari sesuatu yang lain. Dalam jalan pikiran yang benar manusia akan menyadari bahwa ada keterbatasan pemikirannya. Namun, bukti penciptaan ini memang ada. Maka manusia akan menyadari bahwa ada kekuatan maha hebat diluar kemampuan manusia, Dia kemudian di akui keluarbiasaannya, dan manusia kemudian (dengan kesadarannya) menyembah sang pencipta itu. Dalam Islam Dialah Allah SWT yang esensinya tidak terjangkau pikiran manusia (yang tidak sempurna).Esensi Allah hanya bisa dijangkau oleh yang memiliki kesempurnaan yaitu Allah Sendiri. Mengenai proses terjadinya alam jagat raya, yang dapat kita lihat dan rasakan sekarang (setelah penciptaan awal), seperti yang dikemukakan oleh para akhli, itu mungkin saja terjadinya seperti itu, tidak ada kepastian karena itu hanya teori dugaan saja, mengenai proses yang sesungguhnya terjadi, walahullam.Coba saja bayangkan ilmuwan yang hidupnya hanya dalam kurun waktu yang sangat terbatas,dengan ilmu yang sangat terbatas (dibanding ilmu sang pencipta),yang keberadaan hanya sepersekian mikron dari besarnya alam raya ini, tiba-tiba bisa menyimpulkan alam jagat raya yang tidak terjangakau keberadaan dan proses terjadinya.Namun demikian manusia memang diberi kemampuan untuk berfikir, dan bisa menterjemahkan dan menjawab tantangan alam untuk kebutuhan hidupnya mungkin pada suatu saat akan dapat menyimpulkan dengan pasti seiring perkembangan pemikirannya. Dalam ayat suci Alquran manusia diberi gambaran mengenai proses terjadinya jagat raya (setelah ada penciptaan materi pembentuknya). Dan para pemikir islam, saat ini hanya baru bisa mengakur-akurkan antara teori yang ditemukan dengan kebenaran Alquran.Menurut saya, alangkah baiknnya jika dikalangan muslim sendiri, lebih intensif mengembangkan saint dan teknologi untuk lebih membuktikan kebenaran Alquran, untuk lebih memperkokoh keimanan kita, dan bukan sebaliknya.

    BalasHapus
  3. Kok lebih membuktikan Al-Quran? Al-Quran itu kitab paling benar bro. Ngapain dibanding bandingkan kebenarannya. Segini aja lu udah ga bisa berpikir lagi.. kok nyuruh membandingkan kitab paling benar. Bandingkan aja lu sendiri.. sok bener banget nyuruh buktikan kebenaran AlQuran.. payah lee payah!

    BalasHapus