Pemanfaatan babi hukumnya
haram, baik atas daging, lemak, maupun bagian-bagian lainnya. Firman
Allah SWT dalam QS.5:3 mengharamkan konsumsi bangkai, darah, dan daging
babi. Demikian juga dengan firman-Nya dalam QS.6:145 dan QS.16.115,
mengharamkan konsumsi bangkai, darah, dan daging babi. Dalil-dalil pada
beberapa ayat ini merupakan nash yang jelas, yang menegaskan tentang keharaman,
antara lain mengkonsumsi babi. Al-Qur’an menggunakan kata lakhma (daging)
karena sebagian besar pengambilan manfaat dari babi adalah daging. Selain
itu, dalam daging babi selalu terdapat lemak. Kendati Al-Qur’an
menggunakan kata lakhma, pengharaman babi bukan hanya dagingnya. Tetapi
seluruh tubuh hewan babi. Pandangan ini sesuai dengan kaidah ushul fiqh:
min dzikri’l-juz I wa iradati’l kulli. Artinya yang disebutkan sebagian
dan dikehendaki seluruhnya.Bahwa daging babi mengandung cacing pita (taenia
solium), hampir semua orang sudah mengenalnya. Ternyata tidak hanya itu
bahaya yang mengancam pemakan babi. Lemak babi mengandung kolesterol paling
tinggi dibandingkan dengan lemak hewan lainnya. Darahnya mengandung asam
urat paling tinggi. Asam urat merupakan bahan yan jika terdapat dalam
darah dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia. Sudah menjadi
pengetahuan umum bahwa sedikitnya 70 jenis penyakit yang lazim diidap hewan
babi dan beberapa diantaranya dapat ditularkan manusia yang memakannya.
Hikmah diharamkannya
daging babi, terutama keberadaan cacing pita, seringkali disanggah oleh para
ahli kesehatan modern. Mereka mengatakan bahwa cacing tersebut
mudah dihilangkan bahkan dengan teknik pemasakan yang paling sederhana.
Pandangan ini sungguh menyesatkan karena babi itu sendiri menjijikkan bagi
orang yang bersih jiwanya. Allah SWT mengharamkan sejak masa silam untuk
waktu yang lama agar manusia mengetahui. Manusia kini baru mengenal
sedikit bahayanya, yakni cacing pita, namun demikian jauh sebelum itu Allah SWT
telah mengharamkannya. Mungkin sekarang orang menganggap bahwa peralatan
masak modern telah mengalami kemajuan, sehingga ada asumsi kalau daging babi
tidak lagi membahayakan dan bukan merupakan sumber ancaman bagi manusia.
Dengan teknologi pengolahan makanan dan teknik pemanasan yang canggih, bahaya
itu sudah bisa dihilangkan.
Mereka lupa bahwa untuk
mengatasi bahaya cacing pita saja telah memakan waktu berabad-abad. Itu hanya
untuk mengungkap satu penyakit saja. Siapa yang dapat menjamin bahwa di
luar penyakit itu sudah tidak ada lagi bahaya yang terkandung dalam daging
babi. Apakah tidak selayaknya syari’at yang jauh lebih mendahului
kemajuan pengetahuan manusia puluhan abad yang lalu kita percayai sepenuhnya?
Semua keputusan diserahkan pada syari’at. Kita menghalalkan apa yang
dibolehkan dan menghindari apa yang dilarang. Syariat ini adalah dari Allah
Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui bentuk dan karakteristik segala
makhluk-Nya.
Kini dengan munculnya
kasus Japaneese Enchephalitis (JE) di Malaysia, nyaris semua mata kembali
terbuka. Satu lagi bencana mengancam manusia timbul dan bersumber dari
babi. Rupanya Allah masih sayang pada manusia, sehingga sekali lagi
manusia diingatkan agar menjauhi hewan haram itu. Sudah banyak sekali
bukti-bukti yang menunjukkan keburukan babi. Namun sejauh ini manusia
tetap nekad memakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar